Taubat

Posted On 06.35 by Yusuf | 0 komentar

Semua manusia termasuk para Nabi ‘alaihimu as-salâm tak lepas dari namanya bersalah. Hanya saja kesalahan para Nabi tidak sampai jatuh pada tahap dosa. Karena mereka semua adalah makhluk Allah Swt. yang dijaga dari perbuatan dosa (Ma’shûm). Nabi Saw. Bersabda, “Setiap anak cucu adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat”. Dan sebagian dari karakteristik orang yang bertakwa adalah orang yang ketika dia berbuat salah langsung memohon ampunan Allah Swt alias abertaubat.

Ya, jatuhnya manusia ke lembah dosa tak lepas dari godaan yang terus digencarkan oleh Iblis dan antek-anteknya. Sebab ketika Iblis mau diusir dari langit, dia berkta, “Wahai Allah demi keagungan-Mu, aku akan mengganggu anak cucu adam sampai hari kiamat. Sehingga Kamu akan mendapatkan diantara mereka yang berpaling dari jalan-Mu”. Lalu Allah Swt berfirman, “Demi keagungan-Ku, Aku akan senantiasa membuka pintu maghfirahku untuk mereka”.

Oleh karena itulah kita sebagai makhluk yang lemah harus senatiasa menghindari perbuatan dosa. Baik itu yang menyangkut hablu min allâh atau hablu min al-nâs. Dan ketika kita jatuh, sehendaknya kita langsung bertaubat, memohon ampunannya. Karena Dia adalah Zat yang mencintai orang yang bertaubat.

Taubat berasal dari kata tâba-yatûbu, sama dengan arti raja’a-yarji’u yang memiliki makna kembali.. Taubat berarti kambali kepada jalan Allah, setelah sempat oleng. Taubat merupakan perkara yang harus dilakukan secara cepat. Sebagaiman kita diperintahkan untuk menguburkan mayit secepat mungkin, membagikan harta warisan, dan menikahkan perempuan yang sudah cukup umur.

Ada bebarapa tahapan taubat. Pertama, membaca istighfar. Kedua, menyesali apa yang telah dilakukan. Ketiga, berazam untuk tidak mengulanginya lagi.

Adapun kesalahan yang ada sangkut pautnya dengan manusia, kita harus meminta maaf dulu kepada orang yang pernah kita zalimi. Baru setelah itu kita mohon ampunan Allah Swt. Tapi apabila pihak yang dizalimi tidak mau memaafkan, maka tidak mengapa, karena kita sudah berusaha untuk meminta maaf.

Dan untuk perkara yang berkenaan dengan hukum islam. Seperti mencuri, membunuh, berzina, mabuk, menuduh wanita salihah berbuat zina dan lain-lain. Maka bagi orang yang melanggar hukum islam tersebut harus dihukum sesuai dengan hukuman yang telah ditetapkan Allah Swt. Bagi yang mencuri dipotong tangannya, yang mebunuh bisa qishas, diyat (ganti rugi) atau dimaafkan oleh pihak si korban. Yang berzina dirajam bagi yang sudah menikah, atau dicambuk dan diasingkan bagi yang belum menikah.

Tetapi hukuman tersebut tidak bisa dilakukan oleh individu. Harus ada institusi yang bertanggung jawab langsung. Istilahnya khilafah. Atau hukuman tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk undang-undang suatu negara, dan ketika hukuman tersebut sudah menjadi undang-undang maka ia bersifat memaksa.

Nah untuk konteks saat ini dimana tidak ditegakkanya syariat islam, maka apa yang harus kita lakukan?. Tiada kata lain kita harus segera bertaubat, dan beramal saleh sebanyak mungkin. Mudah-mudahan timbangan amal baik kita menjadi lebih berat dari timbangan perbuatan dosa di hari pembalasan nanti. Amin.

Allah Swt. Berfirman, “Dan janganlah kalian berputus asa unutk mendapatkan kasih saying-Ku”. Wal’Lâhu a’lamu bi’lshawâb.
| edit post

Filosofi Perbedaan

Posted On 06.01 by Yusuf | 0 komentar

Diantara anugerah paling indah yang Tuhan berikan kepada manusia adalah nikmat perbedaan. Perbedaan jenis kelamin, warna kulit, bahasa, bangsa bahkan sampai perbedaan ideologi itu semua merupakan sunatullah yang sudah diatur sebelum penciptaan bumi ini. Selain ajang untuk saling berkenalan dan berbagi, perbedaan juga sebagai arena untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, bukan untuk saling menaklukan.

Banyak sekali ayat yang menerangkan semua itu. Bahkan Tuhan dalam kitab-Nya telah menyindir kita, “Apakah kamu membenci semua manusia sampai mereka menjadi orang yang beriman”. Dari firman tadi jelaslah bahwa manusia tidak bisa memaksakan kehendak mereka kepada the others.

Orang yang belum memahami sunatullah ini, menganggap perbedaan ibarat api dalam sekam. Satu batang korek api saja dilemparkan, maka akan terjadi kebakaran yang sangat dahsyat dan sulit dipadamkan. Sejarah mencatat banyak sekali tindak kejahatan yang dilatarbelakangi perbedaan ini. Jauh sebelum masehi, Firaun yang menganggap dirinya sebagai tuhan, dengan kesombongannya menjajah Bani Isarel kaumnya Nabi Musa As.. Di Jerman, Hitler dengan gerakan NAZInya memberantas orang-orang yahudi. Di Amerika, gesekan antara kulit putih dan hitam terus terjadi, dan masih banyak lagi. Bahkan ada dalam salah satu agama bumi yang mengatur perbedaan kasta antara manusia.

Tapi bagi orang bijak, perbedaan itu ibarat bahan-bahan bangunan, yang mana satu dengan lainnya bersinergi untuk menciptakan sebuah gedung yang indah, megah dan kokoh. Kita lihat bagaimana Rasulullah Saw. mengolah kolak perbedaan itu. Perbedaan sifat para sahabat dicetak menjadi pribadi-pribadi unggulan. Perbedaan antara kaum muhajirin dam anshar dipoles menjadi kekuatan yang sangat menakutkan bangsa-bangsa sekitar jazirah arab saat itu.

Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat, sepupu dan menantu Rasulullah Saw. berkata, “Kita benci pada apa yang kita tidak tahu”. Konflik yang terjadi sepanjang sejarah, mungkin saja terjadi karena kebodohan manusia dalam menyikapi perbedaan. Lalu bagaimana sikap kita menghadapi perbedaan ini, demi terciptanya kedamaian di sekeliling kita.

Seorang ulama besar berkebangsaan arab berkata, “Nata’âwan fîmâ ittafaqnâ, wa natasâmah fîmâ ikhtalafnâ”. Bekerjasama dalam hal yang sudah disepakati dan saling toleran dalam setiap perbedaan. Ya, mencari persamaan lebih mudah, dari pada terus mengorek-ngorek perbedaan. Tentunya dibarengi dengan spirit saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Jadi apapun latar belakang kita, ideologi dan gerakan kita, selama bertujuan menciptakan kemaslahatan umum dan menimalisir kerusakan harus saling menghargai. Tidak bertemu di dunia, insya Allah di depan pintu surga nanti kita dipertemukan. Amin

Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujrât [49]: 13). Wal’Lâhu a’lamu bi’lshawâb.
| edit post

Tema